Sunday, February 12, 2017

Agama

Hortus Deliciarum.


Digoreng dadakan
Lima ratusan
Gurih gurih
Anget anget
Enyoi



Limo, 12 Februari 2017
Menjelang  Pilkada serentak

Monday, November 23, 2015

Dear God




Dear God,

I can't sleep tonight. 
Somehow I have a strange vision. 
A vivid, astonishing, panorama of the end times. 
It was beautiful. 
Flesh and bones were scattered all over the world and no one cares about their cellphone, expensive handbag, sportscar, fancy shoes, expensive jacket, shiny jewelery, gold watch, bank account, breast implant, whore, private jet, stock market, viagra, bucket hat, tropical island, xanax, burger, christmas, et cetera, et cetera, et cetera.

God, do you hear me?

Saturday, May 23, 2015

Faisal Basri dan Kritik yang Tak Pernah Usai


“Maaf agak telat. Semalam lelap banget, sampai enggak mimpi.”

Ucapan itu meluncur pertama kali ketika Faisal Basri, mantan pentolan Tim Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas, atau yang lebih dikenal dengan Tim Antimafia Migas, mendatangi saya dalam sebuah kedai kopi, di bilangan SCBD, Jakarta Pusat pada Kamis pagi (14/5). Malam sebelumnya, masa kerja tim tersebut secara resmi berakhir.

Faisal datang mengenakan kemeja biru langit dengan lengan pendek, celana cokelat muda dan topi bertuliskan Oxford University. Raut mukanya sumringah dan semarak. Dia kemudian menaruh tas selempangnya dan segera memesan minuman. Usai memesan, saya kemudian menanyai dia terkait perbedaan aktivitasnya selama ini.

Faisal Basri. (baranews.co)
“Ngajar saya di FE UI (Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia)  dan Universitas Tanjung Pura. Tapi karena di tim (Antimafia Migas) ini, saya kurangi ngajar di FE UI, diganti teman saya. Makanya satu semester ini saya baru mengajar sekali saja,” ujarnya tentang aktivitas sebelum dan ketika mengepalai Tim Antimafia Migas.

Untuk diketahui, tim tersebut dibentuk pada 14 November 2014. Faisal Basri didaulat memimpin tim, dengan anggota antara lain Naryanto Wagimin, Susyanto, Teten Masduki, Chandra Hamzah, Agung Wicaksono, Fahmy Radhi, Darmawan Prasodjo, Rofikoh Rokhim, Parulian Sihotang, dan Daniel Syahputra Purba.

“Pola hidup saya itu rusak, saya enggak punya pola yang teratur. Lebih sering saya sholat subuh karena saya enggak tidur sampai pagi. Atau kalau saya tidur jam dua, misalnya, salat subuh kemudian tidur lagi,” imbuh Faisal.

Faisal kemudian berbicara panjang lebar mengenai bagaimana perubahan kegiatan dalam usianya yang mencapai 55 tahun membuatnya amat sibuk. “Ini saja saya juga hampir lupa mau ketemu dengan Anda, tapi untungnya sekretaris mengingatkan.”

“Yang paling beda adalah pola di tim ini. Banyak sekali meeting. Anda bisa bayangkan kami bertemu orang sampai tengah malam. Kemarin saja saya tidak tidur, karena menyiapkan buku evaluasi tim ini.”

Selain gila kerja, dia juga menjelaskan sisi perfeksionisnya. Dalam menyusun buku evaluasi kinerja tim Antimafia Migas, Faisal merasa dirinya ingin semua pihak yang terlibat masuk ke dalam buku yang disusun tersebut. Bahkan, dia mengaku membuat indeks buku, yang menurutnya sendiri tidak terlalu penting.

"Ini, saya sampai bikin indeks segala. Mungkin enggak terlalu penting, sih, Tapi ya saya merasa ingin membuatnya biar lebih enak."

Faisal menilai, kerja tim adalah kerja yang ajaib. Pasalnya, ketika sebuah lembaga baru dibentuk, Faisal menilai masa awal lembaga tersebut bakal dihabiskan untuk mensosialisasikan diri dan menjalin lobi kesana kemari. Namun, hal itu menurutnya jauh berbeda dengan kerja enam bulan Tim Antimafia Migas yang lebih optimal dan minim lobi.

“Ucapan terima kasih, kata pengantar, semuanya saya buat. Saya harus make sure mereka masuk dalam daftar ucapan terima kasih. Tanpa mereka kami enggak bisa apa-apa. Kerja dalam enam bulan itu apa sih? Tapi saking totalnya, saya sampai hafal gaji orang Petral.”


Sentimentil

Faisal mengakui, meski masa kerja tim tergolong singkat, namun menurutnya hal tersebut tidak menjadikan momen-momen yang ada merupakan perihal kerja biasa. Dia menyatakan, kerja tim saat itu adalah kerja yang sentimentil, apalagi karena banyak pandangan pesimistis dan negatif juga.

“Memasuki masa akhir, kami sangat sentimentil saat itu. Ada rasa patriotisme. Ada perasaan kerja sebagai negarawan. Saya kira, semua anggota tim merasakan hal tersebut, karena hampir tiap anggota sebenarnya orang yang sibuk, tapi rela mengorbankan waktu untuk tim.”

“Dan tidak ada satu pun dari kami yang bicara tentang uang atau bagaimana kami digaji. Orang berpikir kami bergelimang uang, padahal tidak seperti itu,” ungkapnya.

Dia juga sadar terdapat beberapa pihak yang menganggapnya terlalu keras dalam mengkritik dan menuding pihaknya mencari sensasi belaka. Namun, Faisal merasa hal tersebut adalah hal biasa dan pihaknya yakin dengan argumen yang ada.

“Kami memang keras, tetapi tidak ada satupun argumen yang terpatahkan. Maka orang-orang yang kami kritik pasrah saja. Contohnya, Petral toh akhirnya juga bubar kan?”

Terus terang, lanjutnya, hal tersebut juga salah satu yang membuat dirinya merasa sentimentil. Namun, lebih dari itu, Faisal juga mengungkapkan beberapa hal lain, termasuk terkait beberapa sumber rahasia yang membantu timnya bekerja.

“Saya rasa yang paling berkesan bukanlah satu momen saja. Tapi serangkaian momen, terkait orang-orang yang membantu kami. Rasanya seperti hujan bantuan, termasuk dari sumber-sumber yang dirahasiakan, mereka membuat kami sadar ada beberapa orang yang menggunakan negara ini untuk kepentingan pribadi (Faisal menyebut beberapa nama yang cukup mencengangkan).”


Pengembaraan Baru

Faisal menilai kerja tim saat itu sudah optimal karena beberapa rekomendasi sudah dilakukan pemerintah. Selain itu, beberapa anggota tim juga sudah menempati posisi strategis dalam menjalankan laku pengawasan. Hal tersebut yang membuat Faisal merasa masa kerja tim cukup dan final.

“Sebagian besar anggota tim sudah berada dalam pos-pos strategis industri migas. Seperti Daniel Purba di Pertamina. Mas Djoko Siswanto sebagai Direktur Pembinaan Hulu Gas dan Minyak Bumi ESDM. Kemudian ada Parulian di SKK Migas dan Agung Wicaksono di tim Pelaksana Program Ketenagalistrikan ESDM. Maka itu tidak ada urgensi yang besar untuk melanjutkan kerja tim,” jelasnya.

Sementara itu, terkait dirinya, Faisal menyatakan masih ingin bergiat dalam kegiatan edukasi dan memperbanyak jaringan. Faisal juga mengungkapkan rencananya untuk membuat sebuah buku tentang industri migas.

“Kalau saya ingin mengembara lagi. Saya juga ingin membikin buku. Judulnya sudah jelas, ‘Ekonomi Politik Migas di Indonesia’. Teman-teman (mantan anggota tim) juga saya dorong untuk membuat buku. Saya juga ingin ke desa-desa, ikut mengembangkan kemandirian energi.”

***

​​Menjelang akhir pembicaraan, saya iseng meminta pandangan Faisal tentang bagaimana pemerintahaan Joko Widodo membuat citra di kancah internasional. Salah satu yang dibilang besar adalah ketika Konferensi Asia Afrika kembali ‘dihidupkan’.

“Mikhail Gorbachev pernah bilang, ‘Jika masa lalu terus Anda nilai sebagai momen besar, berarti sebenarnya anda tidak melakukan apa-apa selama ini.’ Bagi saya itu kan bukan KAA (Konferensi Asia Afrika), tapi hanya memperingati. Konteks dan urgensinya sudah jauh berbeda,” tutup Faisal yang kemudian menyelesaikan minumannya. Kritikannya tak pernah selesai.

Thursday, February 19, 2015

Rabu Abu-Imlek

Ma Liuming Artwork


Aku
Kipas angin
Tumpukan baju

Memutari ruangan dengan mata
Mendalami kerut-kerut tembok
Menyapa sapu dan sepatu 
Yang membisu di pojokan

Azan berkumandang
Langit memekat
Dingin mengental

Siapa bilang semalam?
Diri kita cuma hantu-hantuan?
Wara-wiri mengoreki cuan?

Kantung mata berbicara di cermin
“Apalah arti malam terlalu malam? Pagi terlalu pagi?”
“Sudah lupakah kau? Menyusu Ibu, meminta gendong Bapak?



Karet Tengsin, 19 Februari 2015

Saturday, February 7, 2015

Sebelum Habis

http://www.cruzine.com/wp-content/uploads/2011/07/008-unusual-illustrations.jpg


Gontai. Terseret. 
Lorong semakin panjang mengaret

Pintu yang haus
Melewati kusen, dia meminumku
Dalam ruangan itu aku menjadi segelas kosong

Kerumunan orang menatarku
Aduk mengaduk hingga berdentang

Aku tak hapal wajah mereka
Yang kulihat, mulut mereka berbuih




Karet Tengsin, 7 Februari 2015